Pemeriksaan fisik
Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang
datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari
bagian belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala
dan wajah untuk adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam,
perdarahan, nyeri tekan serta
adanya sakit kepala (Delp &
Manning. 2004).
Ingat prinsip look-listen-feel.
Inspeksi adanya kesimterisan
kanan dan kiri. Apabila
terdapat cedera di sekitar mata jangan
lalai memeriksa mata, karena pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan
mata selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
1)
Mata :
periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah
isokor atau
anisokor serta bagaimana
reflex cahayanya, apakah pupil
mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata (macies
visus dan acies campus), apakah
konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis,
exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta
diplopia
2)
Hidung :periksa
adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila
ada deformitas (pembengkokan) lakukan palpasi akan kemungkinan
krepitasi dari suatu fraktur.
3)
Telinga :periksa adanya
nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan
atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan
membrane timpani atau adanya hemotimpanum
4)
Rahang atas :
periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
6)
Mulut dan faring :
inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna,
kelembaban,
dan adanya lesi; amati
lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan daerah pipi kemudian
rasakan apa ada massa/ tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya
tonsil meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri
Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi, edema,
ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan
disfagia (kesulitan menelan) dan suara serak harus diperhatikan, cedera
tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan
adanya nyeri, deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan
pada leher dan simetris
pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah kerusakan
otak sekunder..
Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping
dan belakang
untuk adanya trauma
tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss, bekas luka,
frekuensi dan kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan
dan ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi dan irama denyut jantung, (lombardo, 2005)
Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya
trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri
tekan dan krepitasi.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan
hipersonor dan keredupan
Auskultasi : suara
nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop,
friction rub)
Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis,
misalnya pada keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur
vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan
gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian
depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan
internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam, massa,
denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk
mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui
adakah kekakuan atau
nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas yang jelas atau uterus yang
hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal, dapat dilakukan
pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal
lavage, ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen
misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera karena itu
memerlukan re-evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita
ke ruang operasi bila diperlukan (Tim YAGD 118, 2010).
Cedera pada
pelvis yang berat akan nampak
pada pemeriksaan fisik (pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan
syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur
pelvis (Tim YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum
diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi, edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan
uretra. Colok dubur harus dilakukan sebelum
memasang kateter uretra. Harus diteliti akan kemungkinan adanya darah dari
lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum
dan tonus musculo sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina dapat
menentukan adanya darah dalam vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan jumlah
kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang penuh memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan
pada semua wanita usia subur. Permasalahan
yang ada adalah ketika terjadi
kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi pada fraktur pelvis
dan straddle injury. Bila terjadi,
kelainan ini sulit dikenali, jika pasien hamil, denyut jantung janin (pertama
kali mendengar dengan Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12
kehamilan minggu) yang dinilai untuk frekuensi, lokasi,
dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih harus ditanya tentang
rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil, frekuensi, hematuria, kencing
berkurang, Sebuah sampel urin harus
diperoleh untuk analisis.(Diklat
RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
Pemeriksaan
dilakukan dengan look-feel-move. Pada
saat inspeksi, jangan lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur
(fraktur terbuak), pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi
distal dari fraktur pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra
kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah),
mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau
kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam,
lesi, gerakan, dan sensasi harus
diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi otot, kontraktur,
sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing
finger serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung
berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan
adanya gangguan vaskular.
Perlukaan berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn
ligament dapat menyebabakan sendi menjadi tidak stabil, keruskan
otot-tendonakan mengganggu pergerakan. Gangguan sensasi dan/atau hilangnya
kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan oleh syaraf perifer atau iskemia.
Adanya fraktur
torako lumbal dapat dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma.
Perlukaan bagian lain mungkin menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan
dalam keadaan ini hanya dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan
muskuloskletal tidak lengkap bila belum dilakukan pemeriksaan punggung
penderita. Permasalahan yang muncul adalah
1)
Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit
dikontrol, sehingga terjadi syok yang dpat berakibat fatal
2)
Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa
lagi penderita dalam keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih
kembali barulah kelainan ini dikenali.
3)
Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru
dikenal setelah penderita mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
Bagian punggung
Memeriksa
punggung dilakukan dilakukan dengan log
roll, memiringkan penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada
saat ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010). Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka,
hematoma, ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula pada
kolumna vertebra periksa adanya deformitas.
i. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan
tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik.
Peubahan dalam status neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS. Adanya
paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis atau saraf
perifer. Imobilisasi penderita dengan short
atau long spine board, kolar
servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur
servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk melakukan fiksasai
terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga penderita masih dapat bergerak dengan
leher sebagai sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan
imobilisasi. Bila ada trauma kepala, diperlukan konsultasi neurologis. Harus
dipantau tingkat kesadaran penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra
cranial. Bila terjadi penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis, harus
diteliti ulang perfusi oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan
bila ada perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli
bedah syaraf (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
Pada pemeriksaan
neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching, parese, hemiplegi atau hemiparese
(ganggguan pergerakan), distaksia (
kesukaran dalam mengkoordinasi otot),
rangsangan meningeal dan kaji
pula adanya vertigo dan respon
sensori .
0 comments:
Post a Comment