TUMOR OTAK
§ Tumor adalah istilah umum yang mencakup setiap
pertumbuhan benigna (jinak) dalam setiap bagian tubuh. Pertumbuhan ini tidak
bertujuan, bersifat parasit dan berkembang dengan mengorbankan manusia yang
menjadi hospesnya. (Sue Hinchliff, 1997).
§ Tumor otak adalah
tumor jinak pada selaput otak atau salah satu otak. (Rosa Marion, 2000)
§ Karsinoma otak (maligna) adalah neoplasma yang tumbuh di
selaput otak.
§ Neoplasma ialah sekumpulan sel abnormal yang terbentuk
oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus secara terbatas, tidak terkoordinasi
dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh. (Achmad Tjarta, 1973).
§ Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan
maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak.
B.
Etiologi / Penyebab Tumor Otak
Penyeban tumor otak belum diketahui pasti, tapi dapat
diperkirakan karena :
1.
Genetik
Tumor susunan saraf pusat primer nerupakan komponen besar
dari beberapa gangguan yang diturunkan sebagi kondisi autosomal, dominant
termasuk sklerasis tuberose, neurofibromatosis.
2.
Kimia dan Virus
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus
menyebabkan terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi
hubungannya dengan tumor pada manusia masih belum jelas.
3.
Radiasi
Pada manusia
susunan saraf pusat pada masa kanak-kanak menyebabkan terbentuknya neoplasma
setelah dewasa.
4.
Trauma
Trauma yang
berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak). Pengaruh
trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui.
C.
Klasifikasi / Jenis-jenis Tumor Otak
1.
Glioma
Jumlah ½ tumor otak. Tumbuh pada tiap jaringan dari otak.
Infiltrasi dari terutama ke jaringan hemisfer cerebral. Tumbuh sangat cepat,
sebagian orang bisa hidup beberapa bulan sampai tahun.
2.
Meningoma
Dari 13 %
sampai 18 % merupakan tumor primer intracranial. Tumbuh dari selaput meningeal
otak. Biasanya jinak tapi bisa berubah menjadi maligna. Biasanya berkapsul dan
penyembuhan melaui bedah sangat mungkin. Pertumbuhan kembali mungkin
3.
Tumor Pituitari
Tumor pada
semua kelompok umur, tapi lebih sering pada wanita. Tumbuh dari berbagai jenis
jaringan. Pendekatan pembedahan biasanya berhasil. Kekembuhan kembali mungkin.
4.
Neuroma (Schwannoma, neuro)
Neuroma
akustik sangat sering. Tumbuh dari sel-sel Schwann di dalam meatus auditori
pada bagian vestibular saraf cranial III. Biasanya jinak bisa berubah menjadi
maligna. Akan tmbuh kembali bila tidak terangkat lengkap. Reseksi bedah sukar
karena lokasinya.
5.
Tumor Metastase
Dari 2 %
sampai 20 % penderita kanker terjadi metastase ke otak Sel kanker menjangkau
otak lewat sistem sirkulasi. Reaksi bedah sangat sukar, pengobatan kurang
berhasil. Pemulihan dibawah satu tahun atau dua tahun tidak biasa.
D.
Patofisiologi Tumor Otak
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif.
Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua
faktor yaitu gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan
intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan
otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan
jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan
tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah
arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan
mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron
dihubungkan dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.
Bebrapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya
sehingga memperberat ganggguan neurologist fokal.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor yaitu bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema
sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi
vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak. Semuanya
menimbulkan kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial.
Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan
subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa.
Mekanisme kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh
karena itu tak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan
volume darah intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan
intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati
mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus medialis
lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa
dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya
kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti
pernafasan terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan
intracranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik
(pelebaran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.
E. Gejala
Klinik / Tanda dan Gejala Tumor Otak
Tumor
otak merupakan penyakit yang sukar terdoagnosa secara dini, karena pada awalnya
menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan meragukan tapi umumnya
berjalan progresif
Manifestasi
klinis tumor otak dapat berupa:
- Gejala
serebral umum
Dapat
berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang dapat dirasakan
oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi, labil, pelupa,
perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas,
mungkin diketemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan
dapat dijumpai pada 2/3 kasus
1.
Nyeri
Kepala
Diperkirakan 1% penyebab nyeri
kepala adalah tumor otak dan 30% gejala awal tumor otak adalah nyeri kepala.
Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi
dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat
pada malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana
terjadi peninggian tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan
psikomotor asthenia perlu dicurigai tumor otak.
2.
Muntah
Terdapat pada 30% kasus dan umumnya
meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior,
umumnya muntah bersifat proyektif dan tak disertai dengan mual.
3.
Kejang
Bangkitan kejang dapat merupakan
gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus
pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor
otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
·
Bagkitan kejang
pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
·
Mengalami post
iktal paralisis
·
Mengalami status
epilepsi
·
Resisten
terhadap obat-obat epilepsi
·
Bangkitan
disertai dengan gejala TTIK lain
·
Bangkitan kejang
ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen dengan astrositoma, 40% pada
pasen meningioma, dan 25% pada glioblastoma.
4.
Gejala
Tekanan Tinggi Intrakranial
Berupa keluhan nyeri kepala di
daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah
proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem.
Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman
herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh
TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal
maupun lateralisasi adalah meduloblatoma, spendimoma dari ventrikel III,
haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma.
- Gejala
spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:
1.
Lobus
frontal
§ Menimbulkan
gejala perubahan kepribadian
§ Bila
tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral, kejang fokal
§ Bila
menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
§ Bila
tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy
§ Pada
lobus dominan menimbulkan gejala afasia
2.
Lobus parietal
§ Dapat
menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym
§ Bila
terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus
angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
3.
Lobus temporal
§ Akan
menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului dengan aura
atau halusinasi
§ Bila
letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
§ Pada
tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala
choreoathetosis, parkinsonism.
4.
Lobus oksipital
§ Menimbulkan
bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan
§ Gangguan
penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi hemianopsia,
objeckagnosia
5.
Tumor di
ventrikel ke III
§ Tumor
biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi dari
cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak,
pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran
6.
Tumor di
cerebello pontin angie
§ Tersering
berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
§ Dapat
dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi
pendengaran
§ Gejala
lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel
7.
Tumor
Hipotalamus
§ Menyebabkan
gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
§ Gangguan
fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksuil pada
anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan
8.
Tumor
di cerebelum
§ Umumnya
didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat erjadi disertai dengan
papil udem
§ Nyeri
kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot
servikal
9.
Tumor fosa
posterior
§ Diketemukan
gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus, biasanya
merupakan gejala awal dari medulloblastoma.
F. Pemeriksaan
diagnostik Untuk Tumor Otak
1.
Arterigrafi atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi pada
sistem ventrikel dan cisterna.
2.
CT – SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa.
3.
Radiogram ; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur,
penebalan dan klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur; dan posisi
selatursika.
4.
Elektroensefalogram (EEG) : Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan
neuron.
5.
Ekoensefalogram : Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra
serebral.
6.
Sidik otak radioaktif :
Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Tumor otak
mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal
zat radioaktif.
G.
Komplikasi Post Operasi Tumor Otak
1.
Edema cerebral
2.
Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
3.
Hypovolemik syok
4.
Hydrocephalus
5.
Ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
6.
Gangguan perfusi jaringan sehubungan
dengan tromboplebitis
7.
Infeksi
8.
Kerusakan integritas kulit
sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
H.
Pengkajian Keperawatan Pasien Tumor Otak
1.
Primary
survey
a.
Airway
§ Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah
dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi. Meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
§ Potency jalan nafas,
§ Periksa keadekwatan expansi paru
§ Periksa kesimetrisan
§ Auscultasi paru
b.
Breathing
§ Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,
wheezing (kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi
sputum pada jalan napas
§ Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X/ gangguan
depresi narcotic, respirasi cepat,
dangkal, cardiovasculair
atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
§ Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan efek anathesi yang berlebihan, obstruksi, diafragma, retraksi sternal
c.
Circulation
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan
darah bervariasi.
§ Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat,
merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.
§ Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang
diselingi dengan bradikardia, disritmia).
§ Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
d.
Disability : berfokus pada status neurologi
§ Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik dan
tanda-tanda vital.
§ Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan,
kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.
e.
Exposure
§ Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan.
2.
Secondary Survey : Pemeriksaan fisik
a.
Abdomen.
§ Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa
tidak membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.
§ Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus
dilakukan pada gastrointestinal.
b.
Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot
ekstremitas atas 4-4 dan ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.
c.
Integumen.
Kulit keriput,
pucat. Turgor sedang
d.
Pemeriksaan neurologis
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan
terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
§ Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
§ Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
§ Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
§ Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
§ Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
§ Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan
I.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Pola nafas inefektif b/d efek anastesi
2.
Gangguan perfusi jaringan b/d pendarahan
3.
Kekurangan volume cairan b/d perdarahan post
operasi.
4.
Ganggguan rasa nyaman nyeri b/d luka insisi.
5.
Resiko infeksi b/d luka insisi.
J.
Intervensi keperawatan
1.
Pola nafas inefektif b/d efek
anastesi
Tujuan : mencegah
obstruksi jalan nafas
Kritetia
hasil : Dalam waktu 2 x 24jam pasien merasa :
-
Pola nafas
efektif
-
Hilangnya
sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya
Interveensi mandiri :
a.
Pertahankan
jalan udara pasien dengan memiringkan kepala
b.
Auskultasi
suara nafas
c.
Observasi
frekuensi dan kedalaman pernafasan, otot-otot
pernafasan, perluasan rongga dada
d.
Letakkan
pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan dan jenis
pembedahan
KOLABORASI :
a.
Berikan
tambahan oksigen sesuai dengan kebutuhan
b.
berikan/pertahankan alat bantu
pernafasan (ventilator)
2.
Gangguan perfusi jaringan b/d pendarahan.
Tujuan : mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran
KH : dalam waktu 3 x 24jam, hasil
yang diharapkan :
-
TTV stabil
-
Adanya denyut nadi perifer yang kuat
-
Kesadaran normal
-
Pengeluaran urinarius individu
sesuai
Intervensi
mandiri :
a.
Ubah posisi secara perlahan di
tempat tidur dan pada saat pemindahan
b.
Bantu latihan rentan gerak meliputi
latihan aktif kaki dan lutut
c.
Cegah dengan menggunakan bantal
dibawah lutut.
d.
Pantau TTV; palpasi denyut nadi;
catat suhu/warna kulit dan pengisian kapiler
KOLABORASI :
a.
Beri cairan IV/produk-produk darah
sesuai kebutuhan
3.
Kekurangan
volume cairan b/d
perdarahan post operasi.
Tujuan : Kebutuhan cairan pasien
tercukupi
Kriteria hasil
: dalam
waktu 2 x 24 jam, pasien menyatakan :TTV stabil
-
Palpasi denyut nadi dengan kualitas
yang baik
-
Turgor kulit normal
-
Membran mukosa lembab
-
Pengeluaran urine individu
Interveensi mandiri :
a.
Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran (termasuk cairan GI)
b.
Catat munculnya mual/muntah
c.
Pantau suhu kulit, palpasi denyut
perifer
KOLABORASI
a.
Pasang kateter urinarius dengan atau
tanpa urimeter sesuai kebutuhan
b.
Berikan antiemitk sesuai kebutuhan
c.
Pantau studi laboratorium, misalnya
Hb, Ht. Bandingkan studi darah praoperasi dan pascaoperasi
4.
Ganggguan rasa nyaman nyeri b/d luka insisi.
Tujuan
: Nyeri pasien berkurang
KH : dalam waktu 2 x 24 jam, hasil yang diharapkan :
-
Pasien menyatakan bahwa rasa sakit
telah terkontrol
Interveensi mandiri :
a.
Ulangi rekaman intraoperasi/ruang
penyembuhan untuk tipe anastesi dan medikasi yang diberikan sebelumnya
b.
Kaji TTV
c.
Pantau skala nyeri
d.
Observasi tanda nyeri non verbal
e.
Kaji penyebab ketidaknyamanan yang
mungkin selain dari prosedur operasi
f.
Lakukan posisi sesuai petunjuk,
misalnya semi-Fowler ; miring
KOLABORASI
a.
Berikan obat analgesik IV
5.
Resiko infeksi b/d luka insisi.
Tujuan : Luka post
operasi tidak terjadi infeksi
KH : dalam waktu 3 x 24 jam, hasil
yang diharapkan :
-
Luka bersih tidak terjadi infeksi
Intervensi mandiri :
a.
Beri penguatan pada balutan
awal/penggantian sesuai indikasi.
b.
Gunakan teknik aseptik yang ketat
c.
Secara hati-hati lepaskan perekat
(sesuai arah pertumbuhan rambut) dan pembalut pada waktu mengganti
d.
Berikan
perawatan kuliat pada area sekitar operasi
e.
Ispeksi kondisi
luka/ insisi bedah terhadap manifestasi klinik infeksi (mis; demam, urine
keruh, drainase purulen)
KOLABORASI
a.
Irigasi
luka; bantu dengan melakukan debridemen sesuai kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn
E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC
A.K. Muda, Ahmad.
2003. Kamus Lengkap Kedokteran Edisi
Revisi. Jakarta : Gitamedia Press.
Doenges, Marilynn E. 2002. Encana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan
Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta : EGC
Reeves C, J,
(2001), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, Salemba Medika
0 comments:
Post a Comment